Jumat, 30 September 2016

Penulisan 2 : Perkembangan Telematika Di Indonesia

SEJARAH PERKEMBANGAN TELEMATIKA DI INDONESIA

Peristiwa proklamasi 1945 membawa perubahan yang bagi masyarakat Indonesia, dan sekaligus  menempatkannya  pada situasi krisis jati diri. Krisis ini terjadi karena  Indonesia sebagai sebuah negara  belum memiliki  perangkat  sosial,  hukum,  dan tradisi yang mapan. Situasi itu menjadi ‘bahan bakar’ bagi upaya-upaya pembangunan karakter bangsa di tahun 50-an  dan  60-an.  Di  awal  70-an,  ketika  kepemimpinan  soeharto,  orientasi  pembangunan bangsa digeser ke arah ekonomi, sementara proses – proses yang dirintis sejak tahun 50-an belum mencapai tingkat kematangan.
Dalam latar belakang sosial demikianlah  telekomunikasi  dan informasi,  mulai dari radio, telegrap, dan telepon, televisi, satelit telekomunikasi, hingga ke internet dan perangkat multimedia  tampil dan berkembang  di Indonesia.  Perkembangan  telematika  penulis dibagi menjadi 2 masa yaitu masa sebelum atau pra satelit dan masa satelit.

A) Masa Pra-Satelit
Radio Dan Telepon
Di periode pra satelit (sebelum tahun 1976), perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia masih terbatas pada bidang telepon dan radio. Radio Republik Indonesia (RRI) lahir dengan di dorong oleh kebutuhan yang mendesak akan adanya alat perjuangan   di   masa   revolusi  kemerdekaan   tahun   1945,   dengan   menggunakan perangkat  keras seadanya.  Dalam  situasi demikian  ini para  pendiri  RRI melangsungkan pertemuan pada tanggal 11 September 1945 untuk merumuskan jati diri keberadaan RRI sebagai sarana komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, dan antara rakyat dengan rakyat.

Sedangkan telepon pada masa itu tidak terlalu penting sehingga anggaran pemerintah untuk  membangun  telekomunikasi  pun  masih  kecil  jumlahnya.  Saat  itu,  telepon dikelola oleh PTT (Perusahaan Telepon dan Telegrap) saja. Sampai pergantian rezim dari Orla ke Orba di tahun 1965, RRI merupakan  operator tunggal siaran radio di Indonesia. Setelah itu bermunculan radio – radio siaran swasta. Lima tahun kemudian muncul PP NO. 55 tahun 1970 yang mengatur tentang radio siaran non pemerintah.

Tercatat bahwa pada masa 1960-1967, hanya Jerman saja yang masih bersikap setia dan  menaruh  perhatian  besar  pada  bidang  telekomunikasi  Indonesia,  dan menyediakan  dana  walau  di masa-masa  sulit  sekalipun.  Ketika  itu  pengembangan telekomunikasi   masih   difokuskan   pada   pengadaan   sentra   telepon,   baik   untuk komunikasi  lokal maupun jarak jauh, dan jaringan  kabel. Indonesia  saat itu belum memiliki  satelit.  Sentral  telepon  beserta  perlengkapan   hubungan  jarak  jauh  ini diperoleh  dari Jerman. Pada saat itu, Indonesia hanya dapat membeli  produk yang sama, dari perusahaan yang sama, yakni Perusahaan Jerman. Tidak ada pilihan lain bagi Indonesia.

Keleluasaan  barulah bisa dirasakan setelah di tahun 1967/1968 mengalir pinjaman- pinjaman ke Indonesia, baik bilateral ataupun pinjaman multilateral dari Bank Dunia, melalui pinjaman yang disepakati IGGI. Akan tetapi, pada masa inipun inovasi dalam pemfungsian  teknologi telekomunikasi  masih  belum  berkembang  dengan  baik  di negeri ini. Peda dasarnya kita memberi dan memakai perlengkapan seperti switches, cables, carries yang sudah lazim kita pakai sebelumnya.


Televisi
Badan penyiaran televisi lahir tahun 1962 sebelum adanya satelit yang semula hanya  dimaksudkan  sebagai  perlengkapan  bagi penyelenggara  Asian Games  IV di Jakarta. Siaran percobaan pertama kali terjadi pada 17 Agustus 1962 yang menyiarkan upacara  peringatan kemerdekaan  RI dari  Istana  Merdeka  melalui  microwave.  Dan pada  tanggal  24 Agustus 1962,  TVRI  bisa menyiarkan  upacara  pembukaan  Asian Games, dan tanggal itu dinyatakan sebagai hari jadi TVRI.

Terdorong  oleh inovasi,  akhirnya  pada  tanggal  14 November  1962 untuk  pertama kalinya TVRI  memberanikan   diri  melakukan  siaran  langsung  dari  studio  yang berukuran  9x11 meter dan tanpa akustik yang memadai.  Acaranya  terbatas,  hanya berupa permainan piano tunggal oleh B.J. Supriadi dengan pengaruh acara Alex Leo.

Lebih setahun setelah siaran pertama,  barulah keberadaan  TVRI dijelaskan  dengan pembentukan  Yayasan  TVRI melalui Keppres No. 215/1963  tertanggal  20 oktober 1963. Antara lain disebutkan bahwa TVRI menjadi alat hubungan masyarakat (mass communication  media)  dalam  pembangunan   mental/spiritual   dan  fisik  daripada Bangsa  dan Negara Indonesia  serta  pembentukan  manusia  sosialis  Indonesia  pada khususnya.

Sampai tahun 1989, TVRI merupakan operator tunggal di bidang penyiaran televise. Jadi  sebelum  satelit  palapa  mengorbit,  Indonesia  hanya  mengenal  telekomunikasi yang bersifat terestrial, yakni yang jangkauannya masih dibatasi oleh lautan. Telekomunikasi   seperti  ini  tidak bisa  menjangkau   pulau-pulau   kecuali  melalui penggunaan SKKL (Saluran Komunikasi Kabel Laut) yang mahal dan sulit dipergunakan.

B) Masa Satelit
Satelit Domestik Palapa
Gagasan tentang peluncuran  satelit bagi telekomunikasi  domestik di Indonesia bisa ditelusuri asal muasalnya dari sebuah konferensi di Janewa tahun 1971 yang disebut WARCST  (World Administrative  Radio  Confrence  on  Space  Telecomunication).

Pada  konferensi  itu  di  tampilkan  pila  pameran  dari  perusahaan  raksasa  pesawat terbang Hughes.  Perusahaan  inilah yang mengusulkan  ide pemanfaatan  satelit bagi kepentingan domestik Indonesia. Hal tersebut disambut oleh Suhardjono yang berlatar belakang   militer   dan  membawa   masalah   satelit   itu   sampai   ke   Presiden   RI.

Selain pertimbangan kelayakan ekonomi dan teknis, sejarah peluncuran satelit ini juga diwarnai oleh kepentingan politik dimana hubungan antara Indonesia dengan negara- negara lain sudah mulai bersahabat.  Di sisi lain, satelit memungkinkan  penyebaran luas  ideologi  negara  ke  masyarakat  luas  melalui  TV,  satelit  juga  menguntungkan secara ekonomi.

Komunikasi tentang cara-cara menggali sumber daya alam dapat berlangsung dengan mudah.  Ini berlaku  untuk  kasus  tembaga  pura  (Freeport)  dan  di  Dili.  Peluncuran satelit Palapa di Cape Canaveral, Florida, bulan Agustus 1976 pada panel peluncuran terdapat  3  orang  Indonesia  dan perwakilan  dari  perusahaan  NASA  dan  Hughes.

Kejadian  ini diresmikan  juga melalui  pidato kenegaraan  oleh presiden Soeharto  di Jakarta, tanggal 16 Agustus 1976. ini merupakan satu- satunya proyek teknologi yang mendapat tempat terhormat di gedung Parlemen. Namun peluncuran satelit itu merupakan  kebijakan  nasional  yang gagasan  awalnya  dicetuskan  oleh  pemerintah.

Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Indonesia pernah mengalami ancaman perpecahan. Untuk mempersatukan  tanah air yang sangat luas ini diperlukan sarana perhubungan yang mencakup seluruh wilayah nusantara. Proses kelahiran satelit ini hanya  melibatkan  sedikit  teknokrat  dan  teknolog  yang  berpihak  pada  kepentingan Orba.

Dampak Setelah Adanya Satelit Palapa
Dengan semakin bergantungnya Indonesia pada teknologi satelit, muncullah sejumlah perusahaan yang bergerak dalam produksi perlengkapan  terkait, seperti RFC (milik Iskandar Alisjahbana),LEN (milik Kayatmo),  PT. INTI. Setelah periode itu, aspek bisnis di dunia telekomunikasi mencuat. Inovasi lebih banyak terjadi pada penyediaan layanan,    sementara   pengembangan    teknologi    untuk    komponen    berkurang.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat di tahun 1988 membuat kebutuhan telekomunikasi melonjak secara drastis. Untuk memenuhi kebutuhan telepon yang melonjak, disadari pemerintah  perlunya perubahan  regulasi,  yang  kemudian  membuahkan  UU  no.  3 tahun 1989 tentang pengertian telekomunikasi yang diperluas hingga mencakup alat pengiriman data seperti facsimile dan telex, dan lain-lainnya.

Sebelum lahirnya UU ini, Telkom dan Indosat disebut sebagai badan penyelenggara telekomunikasi yang menyediakan seluruh jejaring dan layanan jasa. Dampak positif dari  berlakunya  UU  tersebut  adalah  mulai  masuknya  pihak-pihak  swasta  dengan modal yang besar, walaupun dalam skala usaha yang terbatas.

Mereka datang dengan membawa teknologi baru, tenaga ahli, manajemen yang baru. Ini semua kemudian menciptakan iklim usaha yang baru dalam penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Dengan terlibatnya pihak asing dalam pengadaan dana, teknologi  dan  menejemen,   perkembangan   teknologi  telekomunikasi   berkembang dengan  pesat.  Hal  ini terjadi  sekitar tahun  1990-an  dan dampaknya  terlihat  mulai tahun  1991 khususnya  terlihat  jelas  bahwa  jangkauan  telekomunikasi  di Indonesia menjadi bertambah luas.

Perkembangan teknologi pun berkembang pesat, mulai dari pesawat telepon manual ke otomatis, dan dari analog menjadi digital. Pada gilirannya perkembangan ini menuntut adanya  pengaturan infrastruktur  dan  standarisasi  peralatan.  Tak  lama  kemudian masuklah teknologi mobile-telecommunication.

Berkembanglah pemakaian handphone yang bardampak tumbuhnya usaha-usaha yang tidak  hanya menyediakan  layanan  atau  jejaring  saja,  melainkan  juga  membangun pabrik-pabrik dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan kabel. Menarik untuk dicatat bahwa  di era serbuan  bisnis  telekomunikasi  itu, ternyata  kaidah  dan aturan  bisnis professional tidak sepenuhnya diikuti.

Sementara itu faktor politik tampaknya justru mengambil peranan penting. Kala itu terjadi  campur tangan  bisnis  dari  “Keluarga  Cendana”  yang  mengambil  peranan sebagai mitra bisnis PT Telkom dan Indosat yang kemudian diikuti oleh krono-kroni mereka seperti Liem Sio Liong melalui “Sinar Mas”- nya dan lain-lain. Di era emas telekomunikasi  itu, tumbuh dorongan kuat agar Bank Indonesia membuka pintunya lebar-lebar bagi pihak swasta asing.

Bahkan mereka menginginkan adanya privatisasi Telkom dan Indosat dalam penyelenggaraannya.  Dampak  dari  dorongan   ini  mencuatnya   pandangan   bahwa regulasi yang ada sudah tidak memadai lagi. Di sekitar tahun 1996, mulailah disusun rencana untuk meninjau kembali UU No. 3 tahun 1989.

Beberapa hal yang diperhatikan dalam review ini adalah :

1.   Perkembangan teknologi tahun 1995-1996 itu berbeda sekali dengan di tahun
1990. ini terutama  terjadi  akibat konvergensi  teknologi,  sebagai fungsi  dari berbagai  jenis jasa berubah  dan timbul jasa-jasa  baru yang perlu diakomodasikan.   Konvergensi  teknologi bahkan  memungkinkan   teknologi dipadu dengan broadcasting, sehingga timbullah telematika, teleinformatika, teknologi informasi dan lain-lain yang menuntut kebijakan dan peraturan yang baru.

2. Perkembangan  teknologi informasi dan broadcasting itu ternyata tidak hanya berpengaruh pada masalah politik, dalam artian berita, tetapi juga iklan yang sangat  berpengaruh  dalam dunia  bisnis.  Lebih  jauh  lagi  dengan berkembangannya   telebanking,   telekumunikasi  sebelumnya   dilihat   hanya sebagai public utility, kini berubah menjad bisnis opportunity.

3.  Globalisasi ekonomi menciptakan suasana kompetisi yang semakin ketat. Ini menuntut   penyelenggaraan   telekomunikasi   dengan  kualitas  layanan  yang semakin tinggi. Setelah satelit Palapa mengorbit, jangkauan telekomunikasi Indonesia  bisa  meliputi  seluruh nusantara,   dan  bahkan  ke  luar  wilayah nusantara. Satelit telekomunikas itu kemudian bisa dimanfaatkan bukan untuk telepon tetapi juga untuk berbagai macam keperluan lain seperti, pengiriman facsimile,   telex,   dan   pengiriman   berbagai   informasi   dalam   bentuk   lain termasuk broadcasting. Setelah perkembangan itu semua terwujud, masyarakat melihat pentingnya peranan telekomunikasi bagi kehidupan suatu bangsa.

NUSANTARA 21
Perkembangan satelit dipacu lebih lanjut dengan diresmikannya “Nusantara 21” (N21) oleh presiden RI pada tanggal 27 Desember 1996. Menggelindingnya  N21 menjadi masukan utama untuk pembentukan Tim koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) melalui  Kepres No. 30 tahun 1997. Tugas TKTI menurut  Inpres No.6 tahun 2001 tentang pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia adalah :

1.   Mengkoordinasikan  perencanaan  dan memelopori  program  aksi dan inisiatif untuk meningkatkan perkembangan  dan pendayagunaan  teknologi telematika Indonesia serta memfasilitasi dan memantau pelaksanaannya.

2.   Memperkuat  kemampuan  menggalang  sumber  daya  yang  ada  di  Indonesia guna mendukung keberhasilan pelaksanaan semua arah pengembangan dan pendayagunaan teknologi telematika, melaksanakan forum untuk membangun consensus  antar  pihak-pihak terkait  di  sector  pemerintah  dan  swasta,  serta akses mengakses pengalaman internasional dalam mengembangkan sistem infrastruktur infomasi nasional. Tim  ini  diketuai  oleh  Menko  Produksi  Industri  Strategis  (Ginanjar  Kartasasmita), wakil ketua Menparpostel, beranggotakan tujuh menteri departemen (Menkeu, Menhankam, Menpen, Mendagri, Menperindag, Menaker, dan Mendikbud) serta lima menteri negara (Mensesneg, Menristek, MenPAN, Menivest, Men-PPN).

Visi   N21   adalah   menyediakan   wahana   berbasis   teknologi   telekomunikasi   dan informatika nasional di dalam proses transformasi bangsa Indonesia dari masyarakat tradisional (traditional society) menjadi sebuah masyarakat yang berwawasan IPTEK dan berbasis pengetahuan (knowledge based society).

Konsep N21 merupakan jawaban atas tantangan globalisasi komunikasi dan informasi berupa jaringan komunikasi terpadu. N21 menggunakan kerangka pendekatan, antara lain,  (a) Memanfaatkan  semua  teknologi  yang  dapat  mendukung  pembangunan  di semua sektor; dan (b) membentuk suatu jaringan maya informasi atau adi marga informasi (virtual information network atau anformation superhighway) yang menghubungkan seluruh pelosok tanah air.

Dengan  dikembangkannya  N21  maka  pada  tahun  2000  atau  memasuki  abad  21 seluruh   kecamatan   di   Indonesia   akan   mempunyai   akses   ke   semua   teknologi komunikasi dan computer (K-2) dalam suatu jaringan terpadu yang didukung oleh 11 sistem satelit komunikasi. Sekarang ini baru ada tiga sistem satelit yang beroperasi, yaitu PSN dengan Palapa 1. telkom dengan Palapa B4 dan B 2R, dan satelindo dengan Palapa C 1 dan C 2. Pengembangan infrastruktur fiik mengandung tiga kemungkinan penggunaan,  yaitu : (1) Adiguna Marga Kepulauan  (Archipelagic  Super Highway), (2) Kota Multimedia (Multimedia Cities); dan (3) Nusantara Multimedia Community Acces Centers ( Pusat Akses Masyarakat Multimedia Nusantara).

Tim Koordinasi Telematika Nasional secara paripurna merumuskan cetk biru pengembangan telematika  yang mencakup tiga kelompok utama, yaitu infastruktur, aplikasi, dan sumber daya.

Infrastruktur
Menurut Jonathan L.Parapak (Presiden komisaris PT.Indosat) dalam http://www.bogor.net, perkembangan infrastruktur ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kebijakan nasional sector telekomunikasi, regulasi sector, kondisi ekonomi makro,  kemampuan  para  pelaku  nasional.  Pada  tatanan  kebijakan  patut  dicatat beberapa kemajuan yang sangat penting, antara lain diundangkannya UU tentang Telekomunikasi  no.  36  tahun  1999  dan  dikeluarkannya  cetak  biru  kebijaksanaan tentang telekomunikasi di Indonesia tanggal 20 Juli 1999.

Pada tatanan regulasi telah dicapai beberapa perkembangan penting antara lain dimungkinkannya perswasta dan masyarakat yang semakin tinggi dalam pengembangan regulasi yang telah terwujud dalam penetapan tariff dan interkoneksi standard, dan lain-lain. Pada tatanan penyelenggaraan kondisi monopoli dan duopoli yang masih menghambat peran swasta dan masyarakat lebih besar, keadaan ekonomi yang baru tumbuh sangat mempengaruhi daya beli masyarakat.

Dalam kondisi ini, kelihatannya sasaran pembangunan infrastuktur baik adimarga informasi, multimedia  city  akan  mengalami  penundaan.  Namun  demikian  perlu dicatat bahwa PT.Telkom telah berupaya membangun lingkar-lingkar adimarga kepulauan dan infrastruktur multimedia di Jakarta. Infrastruktur informasi telah maju selangkah dengan beroperasinya satelit Telkom 1.

Salah satu aspek yang penting adalah pemanfaatan secara optimal infrastruktur yang ada. Tampaknya perlu dikembangkan kebijaksanaan baik pada tingkat pemerintah maupun pada tingkat penyelenggaraan agar investasi yang telah dilakukan dapat termanfaatkan dengan berdaya guna dan berhasil guna bagi berbagai komponen masyarakat,  baik  pendidikan,  layanan  kesehatan,  pemerintahan  maupun  kegiatan bisnis.

Aplikasi Telematika
Aplikasi telematika Indonesia terfokus pada pemberdayaan aparatur negara, pemerkayaan  hidup masyarakat (telemedik, telekarya,  pendidikan),  penciptaan daya saing bisnis (perbankan,pos,pariwisata,manfaktur), pembangunan informasi dasar dan aplikasi telematika perlu dilihat dari tatanan kebijakan, regulasi, dan penyelenggaraan yang di manfaatkan masyarakat.

Dari sudut pandang kebijakan tampaknya belum terasa perkembangan yang menonjol. Isu kelembagaan  masih  banyak  diperbincangkan,   UU  yang  terkait  dengan  atau tentang elematika (cyber law) masih jauh dari harapan. Beberapa aspek regulasi yang mendesak,   misalnya    pengaturan    secure   transaction,    public   ke   infrastructur registration authority, electronic payment, certification authority masih belum dilaksanakan.

Namun,  perhatian  pada perlindungan  hak kekayaan  intelektual  semakin  tinggi  dan upaya untuk memantapkan regulasi semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak. Di lapangan dapat dicatat perkembangan yang menggembirakan dengan semakin meluasnya  homepage,  berkembangnya  aplikasi seperti E-commerce,  E-Banking,  E- Brokerage, dan lain-lain.

Sektor  pemerintah  nampaknya  berkembang  lamban  karena  kendala  keuangan  dan sumber daya manusia. Beberapa kelompok usaha seperti PT. Telkom, Indosat, Lippo e nett, nampaknya  semakin  giat untuk  mengejar  ketertinggalan  masyarakat  kita di bidang aplikasi.  Aplikasi  seperti  E-government,  tele-education,  telemedicine  masih dalam taraf mula yang perlu di dorong berbagai pihak.

Sumber Daya Telematika
Dalam bidang sumber daya , diarahkan  pada pengembangan  SDM,  industri  dalam negeri,  hukum  dan  perdagangan,  serta  kultur  informasi.  Secara  umum  dirasakan bahwa SDM di dalam negeri belum memenuhi harapan untuk berperan dalam pengembangan teknologi yang berubah begitu cepat.
Namun  demikian,  cukup  banyak  pula  SDM  Indonesia  di  bidang  telematika  yang bekerja di luar negeri termasuk  di sentra-sentra  keunggulan.  Usaha berbagai  pihak khusunya sector swasta, nampaknya cukup menggembirakan antara lain dikembangkannya cyber campus seperti ITB, UPH, dan lain-lain. Yang sangat memprihatinkan adalah pengembangan industri dalam negeri.

Walaupun  berbagi  konsep  telah cukup lama di bicarakan  seperti Hightech  Park di Bandung,  Serpong dan lain-lain sampai saat ini belum mencapai kemajuan berarti. Oleh karena itu perlu dikembangkan kebijaksanaan nasional untuk mendorong berkembangnya industri dalam negeri di bidang telematika antara lain sistem insentif.

Dalam mempromosikan visi N21, inisiasi perlu datang dari pemerintah. Namun secara bertahap  dan  interaktif,  visi  ini  perlu  mengakomodasi  kebutuhan  yang  khas  dari berbagai kelompok masyarakat maupun departemen. Untuk itu keterlibatan berbagai kelompokmasyarakat  dalam  merumuskan  dan  mewujudkan  program-program telematika perlu ditumbuhkembangkan secara berangsur-angsur.

Hal ini pada gilirannya akan membatasi  peranan pemerintah,  khususnya  dalam hal pengadaan dan pengelolaan kandungan informasi. Control informasi dari pemerintah justru dipandang sebagai faktor penghambat  bagi upaya penyejahteraan  masyarakat melalui jejaring telekomunikasi.

Peran Telematika
Berdasarkan   perkembangan   telematika   tersebut   diatas,   telematika   di  Indonesia memiliki tiga peran pokok, antara lain :

1.   Mengoptimalkan   proses  pembangunan.  Telematika  memberikan  dukungan terhadap  manajemen   dan   pelayanan   kepada   masyarakat   berupa   sarana telekomunikasi   yang   memuahkan   masyarakat   saling   berinteraksi   tanpa terhalang   jarak.   Dengan   telematika,  proses   komunikasi   menjadi   mudah sehingga mudah pula untuk menyebarkan informasi dari satu daerah ke daerah lain.

2.  Meningkatkan  Pendapatan.  Produk dan jasa teknologi telematika merupakan komoditas  yang  memberikan  peningkatan  pendapatan  bagi  perseorangan, dunia usaha bahkan negara dalam bentuk devisa hasil ekspor jasa dan produk industri telematika.

3.  Pemersatu bangsa. Teknologi telematika mampu menyatukan bangsa melalui pengembangan sistem  informasi  yang  menghubungkan  semua  institusi  dan area dengan cepat tanpa terhalang jarak daerah masing-masing.


SUMBER :
Zulkarnain Nasution, Teknologi Komunikasi Dalam Perspektif Latar Belakang daPerkembangannya, Buku Kesatu, (Jakarta: FEUI, 1989).

0 komentar:

Posting Komentar